Minggu, 26 September 2010

ISBD KEBIDANAN

1. Pengaruh modernisasi terhadap kehidupan masyarakat masa kini 
 
    Secara historis proses modernisasi tidak dapat dilepaskan dari munculnya kelompok intelektual sebagai salah satu bentuk penentangan terhadap kekuasaan Gereja di Eropa pada abad pertengahan. Seperti yang diketahui bahwa kelompok intelektual tersebut telah memunculkan era kebangkitan kembali (renaissance) dan era pencerahan (aufklarung) yang kemudian memunculkan aliran rasionalisme yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, tonggak modernisasi justru terjadi pada saat peristiwa revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad ke-18. Revolusi industri tersebut dilatarbelakangi oleh adanya beberapa penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya adalah penemuan mesin hitung oleh Blaise Pascal, penemuan mesin tenun oleh James Hargreaves, penemuan mesin uap oleh James Watt, penemuan kapal api yang dikembangkan oleh Symington dan Robert Fulton, penemuan lokomotif yang dikembangkan oleh Richard Trevithic dan George Stephenson, dan lain sebagainya. Selaras dengan dinamika masyarakat, modernisasi tersebut terus berkembang ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
    
    Terlebih-lebih jika mengingat makna modern sebagaimana yang disebutkan oleh Alex Inkeles dan David Smith, yakni: 
(1) selalu terbuka terhadap ide-ide baru, 
(2) memiliki visi dan misi yang berorientasi ke depan, 
(3) memiliki kemampuan dalam perencanaan, dan (4) memiliki optimisme untuk menguasai, mengolah, 
dan memanfaatkan alam.

    Awal dari proses modernisasi adalah pembentukan manusia-manusia modern yang di antaranya ditandai dengan budaya membaca, budaya menulis, dan budaya penelitian yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
 
    Soerjono Soekanto menyebutkan adanya beberapa syarat dalam proses modernisasi, yaitu:
a. Menerapkan cara berpikir ilmiah (scientific thinking) dalam kehidupan masyarakat melalui sistem pendidikan dan pengajaran yang terencana dengan baik.
b. Memiliki sistem administrasi negara yang baik dan benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Mempunyai sistem pengumpulan data yang baik, teratur, akurat, serta terpusat dalam suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Menciptakan iklim masyarakat yang baik dan mendukung terhadap proses modernisasi melalui penggunaan media komunikasi massa yang efektif.
e. Meningkatnya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan.
f. Adanya sentralisasi wewenang dalam melaksanakan perencanaan sosial (Social planning) sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang ingin mengubah perencanaan untuk kepentingan golongan tertentu.
 
    Kekuasaan yang terdapat dalam interaksi sosial, baik yang terjadi antara seseorang dengan seseorang, antara seseorang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, memiliki beberapa unsur sebagai berikut :
  •  Rasa takut
Perasaan takut terhadap seseorang akan menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tersebut. Perasaan takut sesungguhnya merupakan gejala jiwa yang bersifat negatif karena kepatuhan yang diwujudkan merupakan keterpaksaan.
Pada umumnya orang yang memiliki rasa takut akan berbuat apa saja sesuai dengan kehendak orang yang ditakuti tadi. Rasa takut juga menyebabkan terjadinya peniruan terhadap sikap dan perilaku orang yang ditakuti yang dikenal dengan istilah matched dependent behavior.
  •  Rasa cinta
Rasa cinta akan menghasilkan perbuatan yang positif yang diwujudkan dengan perbuatan sukarela dalam rangka menyenangkan pihak yang berkuasa. Rasa cinta sebaiknya dikembangkan dalam hubungan kekuasaan agar sistem kekuasaan yang dijalankan dapat berjalan dengan tertib dan teratur.
  •  Kepercayaan
Kepercayaan muncul sebagai akibat dari hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat asosiasif. Meskipun kepercayaan sering bersifat pribadi, namun kepercayaan  juga dapat berkembang dalam hubungan organisasi yang luas. Kepercayaan rakyat terhadap penguasa akan dapat melanggengkan penguasa tersebut dalam memegang kekuasaan. Sebaliknya, ketidakpercayaan rakyat terhadap penguasa akan melahirkan mosi tidak percaya yang dapat menjatuhkan penguasa.
  • Pemujaan
Kepercayaan yang berlebihan akan melahirkan pemujaan. Akibat dari pemujaan adalah adanya pembenaran terhadap segala tindakan penguasa, meskipun tindakan penguasa tersebut sungguh-sungguh salah. Keempat unsur di atas sering digunakan oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaannya .

    Sebagaimana kekuasaan, wewenang juga dapat ditemui di mana-mana. Wewenang merupakan suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Seseorang yang memiliki wewenang akan bertindak sebagai pemimpin atau pembimbing bagi banyak orang. Dengan demikian, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuasaan yang tidak sah karena tidak memiliki otoritas untuk menjalankan kekuasaannya.

2.  Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan masyarakat masa kini 
  
    Dengan adanya masyarakat modern yang salah satu cirinya adalah gemar membaca, gemar menulis, dan gemar mengadakan kegiatan keilmuan, maka muncullah para ilmuwan yang kreatif. Kreativitas para ilmuwan tersebut ditandai dengan adanya penemuan-penemuan baru dan sekaligus pengembangan-pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Apakah yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut? Ilmu pengetahuan merupakan seperangkat pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, hal mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikaji secara kritis oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Sedangkan teknologi merupakan suatu bentuk aplikasi dari prinsip-prinsip ilmu pengetahuan untuk diterapkan secara praktis dalam rangka membantu kehidupan manusia.
Untuk dapat mengembangkan teknologi yang canggih dan tepat bagi kegiatan pembangunan, perlu dilakukan pendalaman terhadap berbagai disiplin ilmu pengetahuan secara terpadu. Usaha pengembangan teknologi tersebut perlu didorong oleh peneliti-peneliti yang memiliki keahlian yang handal, berdedikasi, kreatif dan inovatif, serta didukung oleh tenaga teknis yang terampil dan tenaga pengelola yang profesional. Selain itu, pengembangan teknologi harus dirancang secara serius sehingga berdaya guna dan berhasil guna dalam kehidupan masyarakat.

    Adapun beberapa rancangan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di antara meliputi pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dasar, teknologi, dan teknologi produksi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dasar sangat diperlukan untuk memberikan landasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan (natural science) alam maupun ilmu pengetahuan sosial (Social science). Pengembangan ilmu pengetahuan dasar yang dimaksud diarahkan untuk mendukung peningkatan mutu dan kemampuan sumber daya manusia dalam penguasaan disiplin ilmu. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk dapat mengembangkan teknologi diperlukan penguasaan yang handal terhadap konsep-konsep ilmu pengetahuan dasar secara baik.

    Pengembangan teknologi merupakan suatu upaya yang dilaksanakan untuk merekayasa teknologi berdasarkan ilmu pengetahuan dasar yang dikuasai. Dalam pengembangan teknologi diupayakan untuk mengintegrasikan dan sekaligus menciptakan teknologi- teknologi baru yang diperlukan untuk merancang bangun dan merekayasa teknologi produksi dalam rangka membantu penyediaan barang-barang kebutuhan manusia. Dengan demikian, pengembangan teknologi memiliki hubungan yang sangat erat dengan program pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan pengembangan teknologi produksi merupakan suatu pengembangan teknologi yang mendukung kegiatan produksi, baik barang maupun jasa.

3. pengaruh sekularisasi terhadap kehidupan masyarakat masa kini 

Data dan Fakta
    Sekularisasi seringkali dibaca secara bersamaan dengan modernisasi. Modernisasi di sini diartikan sebagai pembalikkan pusat dan nilai lama, yakni kosmosentrisme digantikan antroposentrisme, dan nilai-nilai tradisional yang bersumber pada kebenaran agama digantikan pada otonomi moral. Sekularisasi diteorisasikan oleh August Comte yang meyakini fase teologis→metafisis→saintifik sebagai sebuah keniscayaan yang akan dilalui manusia sebagai konsekuensi dari kemajuan. Pula oleh Emile Durkheim yang percaya bahwa progresivitas sejarah akan berdampak lahirnya sekularisme modern yang menggantikan agama. Tak luput raksasa sosiologi Max Weber, yang percaya bahwa proses rasionalisasi akan memperlemah peran agama, yang disebutnya sebagai kepudaran daya pesona agama berikut ciri corak kepemimpinan kharismatik yang menopangnya.

    Untuk menilai klaim awal bahwa sekularisasi berarti pemisahan negara dan agama, atau persisnya peminggiran agama dari ranah publik, para pakar banyak merujuk pada kemunduran peran agama di Eropa. Tingkat partisipasi dalam peribadatan yang rutin merosot tajam, orang yang mengaku agnostik melonjak. Peran moralitas agama tergantikan oleh etika-etika, hal-hal yang dulu dianggap misterius kini terjelaskan, bahkan apa yang tampak sulit dijangkau nalar pun dapat diatasi oleh kemajuan teknologi dan revolusi saintifik. Kehadiran negara-bangsa menggusur kekuasaan-kekuasaan tradisional yang mengasalkan kekuasaan dari Tuhan atau Yang Ilahi.

    Jonathan Fox merangkumnya dalam lima ciri utama: pertama agama sebagai suatu aspek dominan dalam sistem dunia kini harus berkompetisi dengan worldview lain; kedua lingkup otoritas keagamaan menciut; ketiga modernitas telah menjadikan agama lebih duniawi dibandingkan zaman sebelumnya; keempat agama kini menjadi bersifat pilihan individual ketimbang sosial; dan kelima evolusi agama ke dalam bentuk yang baru telah melemahkan pengaruh agama dalam masyarakat.

    Namun apa yang dikemukakan secara sepintas sebagai pembenar sekularisasi dibantah oleh penentang sekularisasi. Data yang diajukan tak kalah melimpah. Pasca Perang Dunia II, diawalilah kebangkitan agama-agama. Mulai dari Gerakan Pentakostal, Revolusi Iran yang menggantikan kekuasaan Shah yang sekular ke kepemimpinan Ayatollah Khomeini, konflik atas nama agama di Bosnia, Chechnya, Nigeria, India, hingga peristiwa 11 September 2001. Juga naiknya Ronald Reagan yang disokong kelompok Kristen fundamentalis, Teologi Pembebasan dan keterlibatan agamawan dalam proyek pembelaan kaum tertindas di Amerika Latin, dan contoh yang cukup mendekati problem klasik sekularisasi: “penghijauan” di Turki. Kehadiran imigran Muslim di Eropa juga menjadi tantangan tersendiri bagi keyakinan sekular dan liberal Eropa.

    Dari sisi penentang teori sekularisasi, apa yang terjadi sesungguhnya bukanlah menghilangnya agama dari ranah publik. Sebaliknya yang terjadi agama justru merasuk di dalam proses modernisasi itu sendiri. Weigel, misalnya, meyakini bahwa agama dalam sejarah Eropa telah menjadi fondasi moralitas sekaligus peletak dasar peradaban Barat yang tidak mungkin ditampik. Negara-bangsa juga melahirkan fundamentalisme agama - di sini dicontohkan islamisme - yang melawan asumsi-asumsi modern sebagai “humanly revolt against God”.


    Rodney Stark menyebutkan beberapa pokok kritik terhadap teori sekularisasi dengan menyajikan beberapa argumen atau data: (a) Kemerosotan peran agama hanyalah mitos, Stark mencontohkan keadaan Amerika Serikat yang digambarkan oleh Tocqueville seratus lima puluh tahun silam tentang signifikansi peran agama di sana hingga kini tetap saja bertahan, bahkan meningkat. Stark juga menunjukkan bahwa “ateisme saintifik” yang dipercayai akan menggusur agama justru mengalami kemunduran ditilik dari sisi kepercayaan publik; (b) Mitos kesalehan masa lalu (the myth of past piety). Merujuk pada karya beberapa sosiolog, antropolog, dan sejarawan, Stark menunjukkan bahwa kesalehan masa lalu yang dilawankan dengan sikap skeptic dan secular di zaman ini tidak tepat; (c) Alih-alih melewati zaman emas agama atau iman (“Age of Faith”), yang terjadi adalah kontinuitas dari keyakinan pada Tuhan. Stark mengutip beberapa hasil penelitian, misalnya, yang menyebutkan bahwa di tahun 1990, 81 persen penduduk Islandia percaya pada kehidupan setelah kematian, 88 persen percaya bahwa manusia memiliki jiwa, dan 40 persen percaya reinkarnasi. Terhadap pertanyaan “seberapa sering Anda berdoa di luar ritual keagamaan”, 82 persen menjawab kadang-kadang, dan selebihnya menjawab sering, dan hanya 2.4 persen penduduk Islandia mengaku ateis; (d) terhadap hubungan agama dan sains yang “on/off”, Stark menunjukkan data penelitian James Leuba, bahwa 41.8 persen ilmuwan mengaku percaya pada Tuhan dan berdoa kepadaNya, 41.5 persen tidak percaya kepada Tuhan personal, dan sisanya tidak memberikan jawaban definitif; (e) kebangkitan kembali Eropa Timur.

    Pasca tumbangnya Uni Soviet, keyakinan tradisional warga Eropa Timur yang mayoritas Kristen Ortodoks kembali tampil. Hasil penelitian menyebutkan, di Hungaria tingkat kehadiran kebaktian meningkat dari 16 persen di tahun 1981 menjadi 25 persen di tahun 1991, orang yang mengaku ateis menurun dari 14 persen menjadi 4 persen. Sementara di Rusia, 53 persen penduduk mengaku tidak religius, angka yang turun menjadi 37 persen di tahun 1996; (f) Islam dan Agama-agam “rakyat” di Asia. Tak dimungkiri kebangkitan Islam dan dunia Muslim menjadi tantangan berat sekularisasi. Di Turki, pada tahun 1978 sebesar 36 persen pelajar percaya pada “surga dan neraka”, angka yang kemudian bertambah menjadi 75 persen di tahun 1991. Agama-agama “rakyat” di Asia juga bertumbuh subur, misalnya di Cina, Jepang, dan Taiwan.

Berdasarkan fakta di atas Rodney Stark menyampaikan belasungkawa atas wafatnya sekularisasi disertai ucapan “beristirahatlah dalam damai/rest in peace”.

    Kedua; teori Sekularisasi Klasik, yang meneruskan pandangan Comte, Durkheim, Weber, dan Tonnies. Tokoh utama pendekatan ini adalah Steve Bruce dan di sini akan dsajikan pula Pippa Norris dan Ronald Inglehart.

    Sekilas pintas model REM di atas meyakinkan, terlebih didukung data dan fakta yang memadai. Namun keberatan terhadap model ini timbul terutama dilandasi gugatan bahwa sekularisasi merupakan sebuah teori bukan sekedar tentang perilaku individu, melainkan perubahan di tataran sosial-struktural. Oleh karena itu, menurut Bruce, model REM tidak menjawab pengandaian teori sekularisasi bahwa diferensiasi antara ranah religius dan non-religius sungguh terjadi. Steve Bruce misalnya, menyajikan data bahwa kehadiran warga Skotlandia di kebaktian sebesar 59 persen di tahun 1987 merosot menjadi 30-35 persen. Pula di Gereja Katolik di Inggris Raya, ketidakhadiran dalam Misa meningkat dari 14 persen di tahun 1980an menjadi 28 persen di tahun 1990an.